Download WordPress Themes, Happy Birthday Wishes
News
Home » Artikel » Pendidikan Bermartabat; Covid19 dan Pembelajaran 180°
Pendidikan-Bermartabat- Covid19 dan Pendidikan 180.jpg
Pendidikan-Bermartabat- Covid19 dan Pendidikan 180.jpg

Pendidikan Bermartabat; Covid19 dan Pembelajaran 180°

Pendidikan Bermartabat; Covid19 dan Pembelajaran 180°

Agama Islam adalah agama Ilmu dan sangat anti pati terhadap kebodohan, sehingga perintah pertama yang turun kepada Nabi adalah  perintah membaca. Islam bahkan menjadikan perintah belajar bersifat mutlak, tanpa batasan umur dan gender. Sebagai uswah dalam segala hal, maka dalam pendidikan pun, perlu kita merujuk kepada Nabi termasuk dalam metode belajarnya. Metode belajar bahkan sejak masa Nabi adalah dengan talaqi atau tatap muka, metode ini terus berjalan dan terlaksana dengan baik, sebagai proses yang baik talaqi menghasil produk pembelajaran yang baik. Begitu pentingnya talaqi dalam pembelajaran hingga banyak pelajar yang rela menempuh jarak ratusan bahkan ribuan mil demi satu tatap muka pembelajaran. Dalam talaqi tidak hanya terjadi transformasi ilmu, tapi juga transaksi adab atau karakter melalui interaksi guru dengan murid. Karena pendidikan tidak hanya sekedar transformasi pengetahuan melainkan juga ada hal yang sangat prinsip dan mendasar yaitu transaksi nilai-nilai karakter mulia, pendidikan karakter bahkan merupakan ruh dalam pendidikan Islam.

            Tidak selamanya angin berhembus searah dengan kapal berlayar, realita kehidupan dengan segala  probabilitasnya, saat ini membawa kita pada situasi tak biasa akibat pandemi covid 19 yang entah sampai kapan berbatas. Hal ini tidak hanya merubah, tapi merombak 180° segala tatanan kehidupan di segala bidang, termasuk pendidikan. Jika sebelumnya pendidikan berjalan sesuai sistem yang telah ditetapkan kurikulum, maka kini kurikulum terpaksa mengikuti alur realita yang tak teratur dan kerap terbentur dengan segala kebutuhan hidup.

            Meski tidak lepas dari sisi positif yang disebut banyak pakar, namun tetap saja ada banyak hal mengakar dalam pendidikan yang hilang. Salah satu hal yang penting dalam proses pembelajaran adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajarlah yang mampu membawa murid pada arti belajar secara definitif sebagai proses perubahan  dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi murid dengan lingkungan belajarnya. Sekalipun dalam situasi pandemi saat ini proses pembelajaran tetap bisa berlangsung, namun lingkungan belajar tetap tidak terbentuk. Jika dalam pembelajaran luring di sekolah  selalu dibuka dengan doa bahkan shalat duha, menanyakan kehadiran dan alasan ketakhadiran, memeriksa kerapian dan kebersihan kelas sebagai bentuk penanaman karakter  religius dan kepekaan sosial, disiplin dan peduli lingkungan,  maka dalam pembelajaran daring kita kehilangan semua bentuk penanaman karakter tersebut.

            Hal ini bertolak belakang dengan tujuan pendidikan yang tidak hanya mengembangkan kompetensi kognitif namun juga kompetensi afektif yang justru merupakan kompetensi inti yang wajib dicapai dalam pembelajaran. Telah banyak buku-buku dan kitab-kitab yang ditulis tentang etika dalam belajar yang kini menjadi PR besar dalam pembelajaran daring. Jika sebelumnya anak-anak diharuskan rapi dan sopan dalam proses belajar, sebagai bentuk pengangungan terhadap ilmu dan guru, namun bagaimana dengan pembelajaran saat ini yang bisa dilakukan kapanpun dimanapun dan dalam kondisi sedang apapun. Ketakterbatasan situasi dan kondisi pembelajaran bisa-bisa menimbulkan kebablasan dengan hilangnya nilai-nilai karakter yang telah sedemikian baik ditanamkan di sekolah. Padahal kemajuan suatu bangsa terletak pada akhlak atau karakter yang dimilikinya. Presiden Soekarno menegaskan “Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter yang akan menjadikan bangsa besar, maju, jaya dan bermartabat”. Benarlah yang dikatakan dalam lagu Indonesia Raya “bangunlah jiwanya bangunlah raganya.”

            Selain sisi karakter yang hilang, sisi intelektual pun dalam pembelajaran daring  juga dalam bayang-bayang. Jika dalam pembelajaran di dalam kelas saja, tidak semua siswa mengikuti pembelajaran dengan baik, bagaimana dengan pembelajaran yang tidak melibatkan guru secara langsung?!. Segala bentuk perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran yang telah tersusun secara sistematis kini tinggal kenangan manis dan hanya menjadi kajian teoritis yang dikutip dalam tugas-tugas karya ilmiah. Hal yang lucu -atau entah apa sebutan yang pas- dalam pembelajaran saat ini adalah digunakannya Hp sebagai media, padahal sebelumnya dianggap sebagai hal yang berbahaya baik bagi kesehatan karena efek radiasi, maupun bagi fokus dan konsentrasi. Bisa dibayangkan dalam pembelajaran daring berapa menit anak-anak mengikuti materi dan berapa lama mampir tik-tok, you tube dan game online.

            Pendidikan Islam yang selalu memegang prinsip “al Muhafadzah ala al qadim al shalih wal akhdzu bil jadid al ashlah” selalu berada diantara dua pilihan yaitu melestarikan tradisi lama yang baik atau berinovasi dengan hal baru yang lebih baik, bahkan sanggup mengadopsi keduanya, dalam pembelajaran daring saat ini tidak berada dalam satu pun diantaranya. Tradisi-tradisi pembelajaran dengan penanaman karakter yang mengakar kini mulai alon-alon buyar, dan situasi belajar saat ini layakkah disebut lebih baik?!

 Oleh: Munawwaroh

Mahasiswi Pasca Sarjana IAIN Jember

Guru Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Fatihul Ulum Klatakan Tanggul

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.