MEMBACA ALQUR’AN SAAT HAID*
Salah satu hal yang diharamkan bagi wanita yang sedang haid adalah membaca al-Qur’an. Adapun dalil dalil keharaman membaca al-Qur’an bagi orang yang berhadas besar adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan al-Tirmidzi, لا يقرأ الجنب ولا الحائض شيئا من القرأن””. (Kifayah al-Akhyar, 144)
Dalam perinciannya, keharaman tersebut- adalah apabila dalam melafadzkan al-Qur’an, disertai tujuan/ maksud membaca al-Qur’an (biqashdil qira’ah). Jika bertujuan dzikir, maka tidak diharamkan, seperti membaca basmalah, saat memulai suatu pekerjaan, dan hamdalah, usai melakukan sesuatu, atau membaca kalimat istirja’ (Innaa lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun) saat tertimpa musibah. Namun, menurut Imam al-Zarkasyi ayat yang tidak wurud sebagai dzikir, misalnya satu surat penuh, tetap haram dibaca bagi orang yang berhadas besar walau dengan tujuan berdzikir. (al-Bujairami ‘ala al-Khatib, I, 358)
Qashdul Qiro’ah “VS” Qashdul Dzikri
Banyak orang yang salah memahami, bahwa ketika maksud dari melafalkan ayat adalah “dalam rangka” membaca/ qiroah, maka dengan seenaknya agar terhindar dari keharaman membaca alQuran “disiasati” dengan niat dzikir atau semacamnya. Ini jelas tidak bisa. Karena jika konteksnya adalah qoshdul qiro’ah maka saat itu pulalah secara otomatis pembaca bertujuan membaca alQuran, bukan dzikir. Dengan demikian hukumnya haram. Hal ini dalam berbagai literatur dicontohkan, seperti orang junub yang membaca ayat al-Qur’an dalam kitab-kitab fiqh, di mana ayat tersebut diletakkan sebagai hujjah atau dalil untuk persoalan fiqh yang ada. Maka haram hukum membacanya, sebab yang dituju sebagai hujjah/ dalil adalah bacaan al-Qur’annya (bukan dzikir), dan konteks semacam ini adalah qashdul qira’ah. (al-Turmusi, I, 426).